Tulisan pertama


Commitment to cutomer service adalah konsep yang mulai berkembang di dalam kualitas pelayanan. Konsep ini menekankan adanya fleksibilitas dan inisiatif dari karyawan. Konsep ini bukan didasarkan pada standarisasi pelayanan yang dicapai melalui pendekatan supervisi dan ketentuan baku bagi seorang karyawan dalam memberikan pelayanan, akan tetapi lebih memprioritaskan adanya pemberdayaan karyawan.

Komitmen akan dicapai pada saat karyawan memfokuskan perhatian secara total untuk menemukan apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh pelanggan. Di sisi lain, pelayanan pelanggan unggul/prima akan diberikan oleh karyawan yang sudah terlatih untuk mengetahui siapa pelanggannya, apa yang dibutuhkan dan diinginkan pelanggannya, dan bagaimana caranya agar dapat melampaui harapan pelanggannya itu.

Dengan adanya komitmen yang tinggi dari karyawan terhadap pelayanan pelanggan, maka diharapkan pada karyawan akan bersedia memberikan usaha yang sebesar-besarnya dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, dan juga turut berpartisipasi dalam perbaikan pelayanan yang ada, sehingga kualitas pelayanan akan meningkat dan pelanggan akan merasa puas dengan kualitas pelayanan yang diterimanya (Peccei & Rosenthal, 1997)

Pelayanan pelanggan didefinisikan sebagai kemampuan organisasi/perusahaan untuk secara konstan dan konsisten memberikan apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh pelanggan (Howardell,2000)

Salah satu strategi yang diterapkan perusahaan dalam usaha untuk memenuhi persaingan adalah dengan memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Beberapa studi membuktikan bahwa pelayanan lebih efektif dalam memperbesar volume penjualan dan keuntungan perusahaan dibandingkan dengan pemasaran, promosi, atau periklanan. William Band, partner with the strategic management practice, coopers & lybrand consulting group, Toronto (dalam Tschol,1991) mengungkapkan : “the battle for repeat business is critical to long-term success is not just a competitive edge. In many industries it is the competitive edge. Service is the new standard by which customers judge an organization’s performance”

Salah satu keuntungan terbesar dengan adanya pelayanan pelanggan adalah tumbuhnya pelanggan yang setia/loyal. Kesetiaan pelanggan akan timbul jika perceived service oleh pelanggan,  sama atau lebih besar dari expected service.

Sebagai reaksi dari tingkat persaingan yang semakin intensif dan perubahan preferensi pelanggan, maka sejumlah organisasi/perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan, berusaha untuk mengkhususkan diri dengan dasar pelayanan pelanggan yang berkualitas tinggi. Strategi diferensiasi yang dilakukan organisasi/perusahaan dapat bervariasi, misalnya menawarkan ketepatan waktu, pengurangan waktu tunggu, kebijakan pengembalian barang yang melimpah, dan lain sebagainya.

Tanpa memperdulikan dimensi/ukuran spesifik kepuasan pelanggan suatu organisasi, maka peran dari front line staff sangat menentukan. terdapat bukti bahwa persepsi pelanggan tentang kualitas pelayanan yang mereka terima dari suatu organisasi/perusahaan sangat dipengaruhi oleh sifat lain dari interaksi antara mereka dengan front-line staff (Bowen, Siehl, and Schneider, 1989, dalam Peccei & Rosenthal,1997). Sementara itu, Schlesinger & Heskett (1991, juga dalam Peccei & Rosenthal,1997) mengungkapkan hasil penelitian yang menemukan bahwa 2/3 dari pelanggan yang meninggalkan organisasi pelayanan, disebabkan karena beberapa karyawan yang terlibat/ berinteraksi langsung dengan pelanggan, bersikap acuh tak acuh / tidak perduli atau tidak membantu.

Cara tradisional untuk ketentuan pelayanan adalah melalui standarisasi / pembakuan transaksi-transaksi pelayanan yang diperoleh melalui pembentukan pengawasan yang ketat dan aturan-aturan untuk para pegawai. Untuk tingkat staff, misalnya diminta untuk memberi salam kepada para pelanggan dan mengikuti suatu prosedur tindakan yang spesifik di dalam transaksi tersebut. Dengan perkataan lain, interaksi antara karyawan dan pelanggan secara idealnya harus mengikuti tatacara ‘tertulis’, dimana baik karyawan maupun pelanggan dapat mengontrol pelaksanaan aturan tersebut.

Namun demikian, dengan munculnya konsep tentang kualitas pelayanan, ide-ide/gagasan-gagasan tentang pelayanan dan bagaimana caramenyediakannya, telah mengalami banyak perubahan. Fleksibilitas, inisiatif, dan kepedualian individual menyertai konsep tentang kualitas pelayanan atau lebih sering didefinisikan sebagai “melebihi harapan yang bervariasi dari pelanggan” yang semakin meningkat dan tidak dapat lagi mengacu pada struktur dan budaya birokrasi. Selanjutnya, perhatian beralih pada kemungkinan adanya komitmen karyawan pada pelayanan pelanggan untuk menyediakan pelayanan yang berkualitas.

Pada awalnya, komitmen pada pelayanan pelanggan dapat dikarakteristikkan sebagai kekuatan relatif dari kepedulian individual untuk memuaskan kebutuhan pelanggan dan menyediakan pelayanan pelanggan yang berkualitas tinggi secara individual/perorangan dan secara langsung. Namun demikian, dalam prakteknya, kepedulian ini menghasilkan suatu perbedaan pada performansi pelayanan pelanggan, ketika hal tersebut diterjemahkan dalam perilaku nyata dari karyawan. Oleh karena itu yang akan dilihat adalah manifestasi perilaku dari komitmen pada pelayanan pelanggan.

Peccei & Rosenthal (1997) memfokuskan pada 2(dua) macam perilaku, yaitu :

  1. Ikut serta dalam perbaikan terus-menerus di dalam pekerjaan yang memberikan keuntungan bagi pelanggan, dan
  2. Mengerahkan usaha dalam bekerja demi untuk kepentingan pelanggan

Berdasarkan pandangan ini, komitmen pada pelayanan pelanggan dapat didefinisikan sebagai kemampuan relatif dari seorang individu untuk ikut serta dalam perbaikan yang terus-menerus dan untuk mengerahkan usaha dalam bekerja untuk keuntungan pelanggan.

Usaha untuk perbaikan terus-menerus dengan tujuan agar dapat lebih baik dalam memuaskan pelanggan, merupakan prinsip kunci dari Total Quality Management (Dean & Bowen, 1994, dalam Peccei & Rosenthal, 1997).

Perbaikan terus-menerus dan usaha kerja yang tinggi, juga merupakan tujuan utama dari manajemen sumberdaya manusia, yang secara khusus dalam bentuk ‘soft’ didesain untuk memaksimalkan fleksibilitas, inovasi, dan motivasi karyawan (Guest,1987, dalam Peccei & Rosenthal,1997)

Peccei & Rosenthal (1997) merupakan peneliti yang pertama kali mencoba mengkonseptualisasikan dan mengoperasionalkan konsep komitmen pada pelayanan pelanggan. Model yang dituangkan, diawali dengan pernyataan bahwa komitmen pada pelayanan pelanggan, merupakan suatu fungsi dari :

  1. Willingness (kesediaan) individu untuk terlibat dalam perbaikan yang terus-menerus dan untuk mengerahkan usaha demi kepentingan pelanggan, dan
  2. Capacity (kesanggupan) individu untuk terlibat dalam perbaikan yang terus-menerus dan untuk mengerahkan usaha demi kepentingan pelanggan

Willingness dan Capacity adalah variabel-variabel teoritis yang tidak dapat diukur, yang diasumsikan sebagai sesuatu yang dicakup oleh pasangan-pasangan variabel yang terdiri dari variabel-variabel operasional yang lebih spesifik, yang meliputi :

  1. Orientasi pada pelayanan pelanggan
  2. Pengetahuan dan kompetensi karyawan
  3. Pemberdayaan
  4. Ketersediaan sumber daya

Leave a Reply